ELVIPS.COM - Baghdad, Penghasilan melimpah dari tambang minyak, pembangkit energi, pemerasan, pajak, dan penjarahan benda-benda antic telah menjadikan ISIS sebagai kelompok teroris paling kaya sepanjang sejarah.
Dengan nilai kekayaan yang ditaksir mencapai 1,3 miliar pound atau Rp 31,4 triliun, kelompok militant ini bukan hanya mampu membayar para pejuang dari luar negeri yang bergabung dengan mereka di Timur Tengah, tapi juga dengan mudah berekspansi dan melakukan serangan di negara-negara Barat.
Sebuah laporan yang dibuat sekelompok pakar menggambarkan besarnya peningkatan pemasukan yang diperoleh ISIS dalam beberapa tahun terakhir.
Angka ini termasuk pemasukan 1 juta pound (Rp 20,9 miliar) per hari dari penjualan minyak mentah, penculikan dengan tebusan bernilai 30 juta (Rp 628 miliar) per tahun, pajak penghasilan sebesar 20 persen yang diambil dari warga yang jumlahnya mencapai 10 juta jiwa, dan penguasaan 40 persen dari produk gandum Irak.
Kekayaan ini memungkinkan ISIS berkembang pesat secara regional maupun internasional, dan menjadi tantangan berat bagi para pemimpin dunia yang berusaha mengalahkan mereka.
Hanya beberapa hari setelah sejumlah serangan terror ISIS yang menewaskan sedikitnya 129 orang di Paris, Steve Killelea, Executive Chairman of the Institute for Economics and Peace, menjelaskan: “Kami melihat perubahan taktik yang dilakukan ISIS di Timur Tengah yang tergambar melalui serangan di Paris akhir pekan lalu.
“Mereka tengah mengembangkan taktik untuk memperluas serangan. Ada juga kecenderungan dari ISIS dan Boko Haram (kelompok teroris di Nigeria) untuk menyasar lebih banyak warga sipil dan bergeser dari target sebelumnya yang lebih diarahkan kepada personel militer dan pemerintahan.
“Saya pikir mereka melihat bahwa strategi tersebut menimbulkan kekacauan yang lebih besar, mereka bisa mendapatkan lebih banyak korban, dan warga sipil adalah target yang lebih mudah. Kita bisa melihat dampak hebat dari strategi itu dalam teror di Paris yang menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat yang lebih luas.”
Killelea menambahkan bahwa ISIS kini juga berfungsi sebagai sebuah negara di Suriah dan Irak dengan menerapkan pajak dengan ekonomi pasar gelap dan taktik pemerasan bergaya mafia.
“Saya pikir yang kita hadapi saat ini adalah sebuah organisasi teroris yang didanai dengan sangat baik. Pendanaan itu member mereka kemampuan untuk membayar tentara dan membiayai aksi teror di luar wilayah mereka.”
Seorang pakar lainnya yang juga memberi kontribusi dalam laporan tersebut, Christina Schori Liang dari Geneva Centre for Security Policy, menyajikan rincian yang menarik mengenai bagaimana ISIS mendanai aksi teror mereka.
Ia mengatakan bahwa 10 wilayah pertambangan minyak di seluruh Irak dan Suriah dikendalikan oleh ISIS.
“Kekayaan dari minyak dipakai untuk beberapa tujuan: memenuhi kebutuhan energi warga yang diperkirakan mencapai 10 juta orang yang tinggal di wilayah yang dikuasai ISIS dan menjadi pasokan bahan bakar untuk mesin-mesin perang mereka.
“Yang lebih penting lagi, minyak digunakan sebagai alat untuk mengendalikan musuh-musuh mereka. Banyak pihak lawan yang bergantung kepada bahan bakar minyak dari ISIS.”
ISIS meraih pemasukan hingga 1 juta pound per hari dengan menjual 34 ribu hingga 40 ribu barrel minyak mentah kepada para pedagang independen.
Minyak mentah ini diselundupkan melalui jaringan pasar gelap dan dikonsumsi di Turki, Iran, dan Yordania.
ISIS juga menguasai setidaknya delapan pembangkit energi di Suriah.
Ia menambahkan: “Dalam wilayah yang dikuasai oleh ISIS, diterapkan pajak penghasilan 10 persen, pajak usaha 10 hingga 15 pesen, dan pajak pertambahan nilai 2 persen untuk aktivitas belanja sehari-hari.
“Ada juga pajak jalan dan bea cukai untuk untuk setiap kendaraan yang melintasi wilayah ISIS dan pajak untuk penyelundupan narkoba dan senjata.”
ISIS juga mengharuskan warganya untuk membayar pajak keberangkatan sebesar 650 pound (Rp 13,6 juta) bagi mereka yang ingin meninggalkan wilayah tersebut.
“Khawatir akan banyak warga yang pergi, ISIS mengharuskan setiap individu untuk menjadikan kendaraan dan rumah mereka sebagai jaminan bagi mereka yang keluar dari wilayah itu selama dua pekan,” katanya. “Warga yang beragama Kristen juga diharuskan membayar jizyah, atau pajak perlindungan, kecuali jika mereka masuk Islam.”
DAILYMAIL | A. RIJAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar