F Cara Baru Menguak Misteri Kapal Nabi Nuh, Seberapa Ampuh? - VIP 4LIFE TRANSFER FACTOR

Cara Baru Menguak Misteri Kapal Nabi Nuh, Seberapa Ampuh?


ELVIPS.COM - Para ilmuwan terus berusaha menjawab misteri keberadaan bahtera Nabi Nuh. Selama beberapa dekade dugaan mengarah di ketinggian Gunung Ararat, Turki timur. Pada ketinggian gunung itu memang terlihat bentuk seperti kapal raksasa, mereka menyebutnya 'anomali menarik'.

Untuk bisa menguak misteri itu, ilmuwan kini mendapatkan bantuan pencitraan dan analisis satelit. Adalah Porcher Taylor, profesor studi paralegal School of Professional and Continuing Studies, University of Richmond, Amerika Serikat, yang memulai melakukan studi dengan cara itu (menggunakan satelit).

"Asal-usul kognitif perjalanan saya dimulai pada 1973, saat pertama kali masuk sebagai calon perwira pada Akademi Militer AS di West Point, Amerika Serikat," kata Taylor dilansirSpace.com.
Kala itu, Taylor datang di saat ramai 'rumor kredibel' dari satelit mata-mata CIA, yang secara tak sengaja mencitrakan penampakan seperti haluan kapal mencuat keluar dari puncak es Gunung Ararat.

Beberapa dekade kemudian, Taylor inisiatif memindaklanjuti temuan satelit CIA.
Dia akhirnya mampu meyakinkan Badan Intelijen Pertahanan AS mengumumkan lima foto Angkatan Udara AS 1949 tentang Gunung Ararat.

Menurut dia pencitraan anomali Kapal Nuh terbantu citra satelit DigitalGlobe. "Banyak informasi yang didapatkan dari situ. Rasa ingin tahu semakin tinggi karena citra satelit resolusi tinggi anomali dari DigitalGlobe mungkin secara definitif mengubah anomali itu menjadi sebuah entitas dikenal, secara geologi atau mungkin sesuatu dari porsi Kitab Suci," kata Taylor.

DigitalGlobe telah memiliki satelit baru WorldView-3 yang memiliki pencitraan dengan resolusi lebih tajam dan baik. Renananya akan diluncurkan pada musim panas 2014 dari fasilitas California Vandenberg Air Force Base.

Taylor mengklaim satelit ini memiliki resolusi pankromatik 31 cm, menjadikannya sebagai satelit komersial dengan resolusi terbaik dunia. "pencitraan akan menjadi detail. Itu sangat diperlukan," imbuh dia.

Selain satelit, misi itu juga dibantu dengan teknik analisis keunikan tekstur pankromatik anomali. Dalam teknik ini, dia akan dibantu oleh peneliti penginderaan jauh, Francois Luus dariDepartment of Electrical, Electronic and Computer Engineering, University of Pretoria, Afrika Selatan dan pengawas riset Luus, Sunil Maharaj.

Sebagai peneliti penginderaan jauh, kata Luus, setiap piksel dipertimbangkan dan pencitraan yang baik sangat berharga.

Kerangka Diduga Milik Nabi Nuh Ditemukan



Para staf di Penn Museum, Philadelphia menemukan sebuah kotak kayu berisi kerangka manusia berusia 6.500 tahun. Kotak kayu itu telah tersimpan di ruang gudang Penn Museum selama 85 tahun, tanpa ada yang mengetahuinya hingga saat ditemukan.

Terselip di gudang penyimpanan, kotak kayu berisi kerangka itu tidak memiliki nomor identifikasi atau kartu katalog. Tapi upaya terakhir untuk mendigitalkan sejarah kotak misterius itu telah memunculkan informasi baru.

Kerangka manusia dalam kotak itu digali dari kota kuno Ur (sekitar Irak), antara 1929 dan 1930, oleh Sir Leonard Woolley beserta timnya di Penn Museum.

Penggalian Woolley terkenal karena berusaha mengungkap makam bangsawan Mesopotamia, yang terdiri dari ratusan makam dan 16 tombsladen yang dijadikan artefak budaya. Selain itu, tim arkeolog itu juga menemukan pemakaman kuno yang berusia sekitar 2.000 tahun.

Dalam sebuah dataran banjir, hampir 50 kaki (15 meter) di bawah permukaan situs Ur, tim menemukan 48 makam yang berasal dari periode Ubaid, sekitar 5.500 sampai 4.000 sebelum Masehi.

Saat itu, Woolley memutuskan untuk mengangkat satu kerangka dari situs tersebut. Dia melapisi kerangka itu dengan lilin kemudian mengirimnya dalam sebuah kotak kayu ke London, lalu ke Philadelphia.

Menurut catatan Penn Museum, mereka menerima sekumpulan lumpur dan dua kerangka dari penggalian Woolley. Namun saat William Hafford, manajer Penn Museum, melakukan digitalisasi kiriman tersebut, hanya menemukan satu kerangka saja.

Penelitian lebih lanjut pada database museum mengungkapkan kerangka tak dikenal itu dicatat sebagai 'not accounted for' pada 1990. Untuk mengungkap siapa kerangka ini, Hafford mempelajari catatan ekstensif yang ditinggalkan Woolley.

Setelah mencari informasi tambahan, termasuk gambar dari kerangka yang hilang, Hafford menemui Janet Monge, kurator antropologi fisik Penn Museum. Tapi Monge, seperti Hafford, juga belum pernah melihat kerangka ini sebelumnya.

Saat itulah Monge teringat kotak misterius di ruang bawah tanah. Saat Monge membuka kotak itu dan mengatakan bahwa terdapat kerangka yang sama persis seperti yang dijelaskan Woolley.
Kerangka misterius itu kemungkinan seorang laki-laki berusia 50 tahun atau lebih. Dia memiliki tinggi antara 5 kaki 8 inci (173 cm) sampai 5 kaki 10 inci (178 cm).

Peneliti Penn Museum menamakan penemuan kerangka itu 'Noah', karena diyakini hidup setelah banjir besar yang terjadi di Ur, seperti kisah Nabi Nuh.

Teknik ilmiah modern belum tersedia saat Woolley melakukan penelitiannya. Dengan teknik ilmiah modern ilmuwan bisa mendapatkan lebih banyak informasi tentang sisa-sisa kuno, termasuk pola makan, asal leluhur, trauma, stres dan penyakit. (Ism, Sumber: Live Science)

Bahtera Nabi Nuh Bisa Angkut 2,1 Juta Domba

Dikisahkan banjir bandang maha dahsyat menerjang bumi, sekitar 4.800 tahun lalu. Sebelum bencana terjadi, Nabi Nuh -nabi tiga agama : Islam, Kristen, dan Yahudi- diberi wahyu membuat kapal besar untuk menyelamatkan umat manusia dan mahluk bumi lainnya.

Cerita bahtera Nabi Nuh sudah dikisahkan dalam ratusan buku, puluhan film, dan berbagai versi. Ahli sejarah dari sejumlah negara penasaran atas kebenaran kisah ini.

Baru-baru ini sekelompok mahasiswa fisika University of Leicester, Inggris melakukan hitung-hitungan menarik atas cerita itu seperti dilansir Latin Post, Jumat 4 April 2014 lalu. Para mahasiswa itu terdiri dari Oliver Youle, Katie Raymer, Benjamin Jordan, dan Thomas Morris. Mereka mencari logika seberapa banyak hewan yang mungkin ditampung bahtera Nabi Nuh.

Mereka merujuk buku "The Genesis Flood" karya John C Whitcomb dan Henry M Morris. Dalam buku itu disebutkan bahtera Nabi mampu mengangkut 35 ribu spesies hewan. Kelompok mahasiswa itu mulai melakukan penghitungan dari sisi ilmu fisika.

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa rata-rata berat hewan di perahu 23,47 kilogram. Ya…setara berat domba, lah. Sebuah naskah kuno juga menyebut bahtera Nabi Nuh dibuat dari kayu gofir. Panjang 137 meter, lebar 22,86 meter, dan tinggi 13,7 meter.

Lalu, kelompok mahasiswa ini mulai menghitung berat kosong perahu dengan cara mencari angka kepadatan kayu gofir. Masalahnya, kayu gofir saat ini sudah tidak ada lagi. Sehingga mereka mencari pengganti kayu yang hampir mirip. “Kami mengantinya dengan kayu cemara," kata Thomas Morris.

Morris mengaku terkejut dengan hasil perhitungan akhir yang mereka dapatkan. Kesimpulannya : Bahtera Nabi Nuh mampu menampung 2,15 juta domba atau puluhan ribu spesies hewan dan tidak tenggelam.

"Kami tidak berpikir Alkitab sebagai sumber ilmiah yang akurat. Tetapi kami berhasil menemukan konsep perahu Nabi Nuh," kata Morris lagi. Sehingga menurut kelompok mahasiswa fisika itu, sangat masuk akal perahu Nabi Nuh masih terapung, meski diisi umat dan ribuan hewan.(tom)

Replika Bahtera Nabi Nuh dari Mesopotamia Kuno



Sebuah replika dengan skala yang lebih kecil dari Bahtera Nabi Nuh telah dibangun di Kerala, India. Uniknya, pembangunan bahtera itu mengikuti relief yang tertulis dalam sebuah tablet tanah liat yang dibuat di Mesopotamia Kuno 4000 tahun yang lalu.

Sebelumnya, kurator British Museum Irving Finkel berhasil memecahkan tulisan pada tablet kuno itu. Di dalamnya terdapat instruksi detail untuk membangun sebuah bahtera yang diduga milik Nabi Nuh. Dan yang mengejutkan, Bahtera Nabi Nuh ternyata berbentuk bulat.

Kini kapal raksasa yang disebut Coracle itu telah selesai dibangun sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada tablet dari Mesopotamia Kuno (sekarang Irak).

Finkel seperti dikutip Dream dari laman dailymail.co.uk, Senin, 15 September 2014, mengatakan replika Bahtera Nabi Nuh yang selesai dibuat itu cukup besar untuk menampung beberapa pasang "hewan jinak".

Dia mendapatkan tablet itu dari seseorang beberapa tahun yang lalu dan membutuhkan waktu selama 20 tahun untuk memahami isinya. Dikatakan, bahtera itu berbentuk bulat dan merupakan catatan pertama dari cerita banjir besar di Babilonia yang terkenal.
Finkel menjelaskan bahtera yang disebutkan dalam tablet itu memiliki dua tingkat - sebuah rumah di atas dek dan ruang untuk hewan di bagian bawah.

Disebutkan pula bahwa bahtera itu dibangun dari 30 rusuk kayu dan 3.600 tiang penopang dan kemudian dilapisi dengan aspal. Menurut ahli rekonstruksi, bahtera yang asli memiliki luas setengah ukuran lapangan sepak bola dan dibangun dengan menggunakan tali alang-alang. Jika tali itu diregangkan, panjangnya mulai dari Edinburgh hingga ke London.

Kemudian tim Finkel menggunakan model komputer untuk menguji apakah bahtera dengan skala yang lebih kecil bisa mengapung dan berlayar di lautan. Tim membangun replika kecil mereka di Kerala, selatan barat India selama empat bulan. Dr Finkel mengatakan tim mampu mengikuti setiap petunjuk yang tertulis pada tablet dalam membangun replika tersebut.

Dalam membangun replika ini, tim tidak menggunakan alat-alat modern, perekat atau paku. Namun mereka hanya menggunakan kayu, bambu, daun kelapa dan tali alang-alang untuk menguatkan sambungan. Mereka benar-benar meniru apa yang telah dilakukan orang-orang Mesopotamia 4000 tahun yang lalu.

Seperti yang tertulis dalam tablet kuno, replika bahtera ini kemudian dilapisi dengan aspal di bagian dalam dan luar agar kedap air. Setelah selesai, replika tersebut memiliki berat sekitar 35 ton dan harus ditarik gajah untuk membawanya ke permukaan air.

Namun dalam peluncuran di air, terjadi kebocoran di lambung sehingga diperlukan pompa untuk menyedot air ke luar bahtera. Kendati demikian, Dr Finkel tetap merasa puas karena telah berhasil mewujudkan Bahtera Nabi Nuh secara nyata.

"Di Mesopotamia Kuno, mereka lebih mudah mendapatkan aspal dengan kualitas baik karena aspal keluar seperti sumber mata air," katanya. Sebaliknya tim harus puas dengan aspal India yang mudah mengering namun gampang meleleh saat terkena panas.

Finkel menyalahkan kualitas aspal yang rendah karena desain bahtera yang di tablet adalah kedap air dan menghasilkan kapal yang stabil. Dia memuji desain bahtera dalam tablet sangat efektif dan stabil untuk diajak berlayar.

"Jika kita bisa menggunakan aspal Irak dan menggunakannya dengan cermat dan hati-hati, mungkin kita bisa berlayar menuju New York tanpa masalah," katanya. (Ism)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Imune Revolution

Tentang Transfer Factor