F MEMASYARAKATKAN SENI PERAN PANGGUNG BERSAMA UCOG LUBIS - VIP 4LIFE TRANSFER FACTOR

MEMASYARAKATKAN SENI PERAN PANGGUNG BERSAMA UCOG LUBIS

Muhammad Junaidi Lubis aka Ucok (posisi duduk) ketika berakting dalam sebuah pementasan teater Jakarta. Sumber: dokumentasi pribadi
Kalian bisa bebas ko tanpa banyak aturan yang menghalangi. Tapi bukan dalam konteks yang negatif ya. Ini bisa kalian lakukan dalam imajinasi kalian untuk membuat dunia sendiri. Coba aja buat dunia kalian yang penuh dengan kesenangan. Tapi jangan lupa untuk diterapin dalam dunia nyata dengan ekspresi yang positif. Biar semua orang bisa melihat dunia kalian. Seperti  guru kita ini yang suka mengekspresikan diri dengan berteater. Adalah Muhammad Junaidi Lubis, seorang guru kesenian di SMP Citra Negara, Depok. Yang menyalurkan ekspresinya dengan berteater, Juga dengan aktifitasnya sebagai guru. ia tetap peduli dengan problema pendidikan. Bukan hanya melanyalurkan bakat saja.
Sedikit info, bahwa Ucog Lubis ini adalah penggagas ekskul CITER (Citra Negara Teater) di SMP Citra Negara. Juga sebagai Sutradara diberbagai teater, seperti Teater Hijau 51 (UPNVJ), Teater Tema Gunadarma, Teater Kleng (Universitas Pancasila), dan banyak lagi ketika masih tinggal di Jogja.
Ucog -panggilan akrabnya- ini berbagi cerita persoal karirnya di kesenian dan kenapa dia mau jadi guru kepada KOLAGA.
Apa yang membuat seorang Ucog masuk dunia kesenian ?
Dulunya gua di SMA malah senang dunia olahraga, kaya basket sama sepak bola. Baru ketika masuk kuliah di UPN ‘Veteran’ Jakarta, ada orang yang gua lupa siapa namanya, dia itu mentor mahasiswa baru, yang menyarankan untuk masuk teater. Karena Dulu gua suka ngelawak di Ospek, dan katanya lucu. Padahal gua dulu sudah sempat ikut latihan basket di UPN, terus ada masukan lagi dari orang tua buat masuk Resimen Mahasiswa, biar masuk ABRI. Tapi ketika liat formulirnya kok ribet banget persyaratannya.
Nah karena gua juga penasaran dengan teater, akhirnya gua masuk. Setelah kenal sama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Hijau 51, disitu semakin membuka wawasan gua terhadap seni teater.
Lama-kelamaan gua ngerasa kalau passion atau jalan yang nyaman ya di kesenian. Buat gua untuk berekspresi dan segala macam perasaan sama apa yang ada didalam diri gua gak perlu dikeluarkan di ruang yang tidak jelas. Malah gua salurin agar bisa membuat karya dan bisa membuat orang lain bisa mengambil makna dari apa yang gua lakuin.
Bahkan kuliahnya ga sesuai dari jalur. Selesai dari D3 Perbankan di UPN. Dan sempet kerja dibeberapa tempat. Tapi gak banget deh kayaknya. Lelah banget sama aktifitas dikerjaan itu. Gak ada ruang untuk berkesenian dan akhirnya gua menjadi pelatih atau sutradara teater di beberapa tempat. Tapi menurut gua basic nya masih kurang. Dan akhirnya gua dapet info di Institut Seni Indonesia (ISI) yang biayanya murah. Selama empat tahun gua kuliah di ISI itu selesai dan sempet ngelanjutin kuliah S-2 tapi gak sampai selesai.
Ketika berteater, lebih konsen dibidang apa ?
Awalnya setiap orang ketika masuk teater pengin jadi pemain, pengin tampil di depan banyak orang. Tapi lama kelamaan gua pengin tau di bidang lain. Gua pernah nyoba jadi lighting, kostum, musik, makeupstage manager, dan lainnya. Tapi setelah mencoba setiap bidang, keaktoran lah yang membuat gua nyaman. Akhirnya gua milih keaktoran.
Waktu gua masuk ISI minat utama keaktoran tuh gak ada. Akhirnya gua milih Penyutradaraan. Dan gua juga sempet jadi salah satu orang yang membuat sebuah Saturday Acting Club di Jogja. Awalnya memang ketidakpuasan dikelas ISI ini, dan akhirnya dosen gua menggagas Saturday Acting Class.
Jadi setiap hari Sabtu dosen itu menyediakan waktu untuk latihan bareng untuk acting. Lama kelamaan ditantang sama lembaga kesenian Kedai Kebun untuk mengisi kegiatan selama setahun dan disitu berubah nama menjadi Saturday Acting Club. Karena bukan tempat laboratorium lagi tapi udah untuk berkarya. Dari situ berkembang sampai sekarang. Tahun 2005 mulai terbentuk dan di 2006 udah mulai eksis membuat pertunjukan dari beberapa genre.


Ucok (hijau) sedang beradu akting dalam pementasan teater di Jakarta Selatan. Sumber: dokumentasi pribadi.

Ketika sudah menempuh jalan berteater, ko sekarang jadi guru kesenian di sekolah ?
Jadi waktu di Jogja ada program dari Yayasan Bagong Kusudiarjo. Itu tempatnya Butet, dia membuka program, dan gua ikut program itu sebagai fasilitator workshop yang berbasis seni untuk orang-orang non-seni. Sebagian besar kita bekerjasama dengan Dinas Pendidikan di Bantul. Sebagian besar pesertanya guru. Jadi dalam satu tahun ada enam kali workshop. Dan setiap kegiatanyanya, pesertanya itu berbeda-beda. Ada guru, anak SMA, SMP, sampai SD, dan akhirnya gua punya prinsip seni itu punya ruang yang bisa dikoneksikan kebidang yang lain, khususnya softskillnya, yaitu kreatifitas dan imajinasi itu.
Sebenarnya setiap orang punya softskill itu, cuman di bidang seni imajinasi dan kreatifitas diolah lebih dalam lagi. Nah ternyata dari situ bisa diproyeksikan dibidang lain. Ternyata ketika mengikuti workshop itu, selain refresing, mereka menemukan hal yang sebenarnya mereka punya tapi tidak tersadar.
Kayaknya kalau gua terjun sebagai pengajar, mungkin memasyarakatkan seni ini jadi lebih banyak orang memahami seni dan menggunakan imajinasi dan kreatifitas untuk bidang bidang yang lain. Khususnya anak-anak sekarang untuk perang terhadap budaya, norma, etika dan sebagainya yang sudah sedemikian kacau ini.
Kalau kita gak masuk dalam dunia pendidikan ya kita hanya omong kosong. Sebenernya gampang saja kalau mau jadi artis sinetron, ikut casting, itu sangat terbuka. Tapi ada hal yang sangat penting yang harus diselamatkan yaitu generasi muda. Mangkanya gua memilih harus menjadi guru. Mungkin secara financial tidak seperti profesi yang lain, tapi pengabdian gua ini adalah investasi untuk diri gua di depan sana.
Gua merasa nyaman kalau peserta didik gua menganggap kesenian itu hanya biasa saja. Tapi bagaimana mereka mengeloah imajinasi dan kreatifitas mereka. Jadi gak ada lagi yang berpikiran sempit kaya tawuran atau narkoba. Karena menurut gua ruang kreatifitas untuk berekspresi di sekolah kan minim banget, mangkanya dipelajaran gua mereka cenderung praktek dan praktek, supaya mereka bisa mendayagunakan kreatifitas mereka itu.
Ketika menjadi guru, menerapkan konsep berteater kah ?
Setiap guru itu harus memiliki teknik yang bagus, bisa menguasai ruang kelas dengan energi dan pembawaan dia. Dan tektnik berteater itu berguna sekali. Seperti suara yang harus jelas agar bisa terdengar sampai belakang, membaca suasana kelas, kelas ini harus dicairkan dulu. Dan itu salah satu tugas actor di teater itu didalam panggung mengalirkan cerita biar jadi point of interest.
Terkadang gua juga mengajak murid itu untuk terlibat. Sampai akhirnya mereka merasa senang dengan itu, dan akhirnya gua tanya kepada murid itu apa yang mereka rasakan dan ternyata banyak menemukan sesuatu dari yang dilakukan itu.
Konsep ruang kelas yang selama ini ada udah sangat kaku banget, nah bagaimana menghancurkan ruangan ini agar mereka bisa menghadirkan imajinasi yang liar dalam ruangan ini, dan itu butuh tenaga ekstra. Apa lagi refrensi mereka sinetron, tv, sosial media. Sehingga mereka minim kreatifitas dan tidak relax untuk mengerjakan hal lain. Dan mereka lebih cepet dewasa kalau menurut gua.
Dalam berteater dan jadi seorang guru, sesulit apa ?
Sama sama punya tantangn, kalau jadi guru kita harus menyampaikan materi. Tapi materi itu harus sampai ke murid. Itu harus ada metode yang selalu baru agar murid ini gak jenuh. Apalagi pelajaran seni budaya dan prakarya gak penting menurut mereka. Karena gak masuk Ujian Negara.
Nah, bagaimana agar pelajaran ini jadi menarik dan mereka jadi tertantang untuk mengikuti pelajaran ini. mereka ditantang untuk tampil di depan dan membuat sesuatu dan gua apresiasi, ini yang membuat mereka bersuka ria untuk ikut kegiatan gua. Walaupun masih ada yang takut dan tegang. Tapi gua selalu berusaha memberi semangat agar mereka sadar kalau mereka bisa.
Di dunia pendidikan, murid bisa menjawab soal, tapi bisa gak jawaban itu menyelesaikan persoalan, kan belum tentu. Mereka mempelajari teori, tapi mereka belum sanggup mengaplikasikan kedalam dunia sebenarnya. Ya jawaban sih bener, tapi dalam kenyataannya masih belum selesai dan ini menjadi pertanyaan besar buat diri gua bagaimana bisa menyadarkan mereka bahwa sebenarnya murid belajar diruang kelas bisa diaplikasikan di dunia nyata. Sebenarnya kan kalau kita terus menerus memberi pemahaman mereka bisa lebih aplikatif menciptakan hal-hal baru diluar sekolah. 
Ada gak nilai-nilai berteater yang diambil untuk kehidupan sehari-hari?
Pastinya ada.
Contohnya ?
Karena gua udah punya anak sekarang. Nah di teater gua bisa jadi apa saja, dan ketika gua bermain dengan anak gua, gua menggunakan cara berfikir anak kecil agar bisa bercengkrama dengan anak gua, dan anak gua juga nyaman karena nyambung dengan pemikiran anak gua. Dan itu bisa melatih daya pikir, daya cipta, daya ekspresinya dia.
Dan dalam hidup, gua bisa terapin nilai-nilai kesenian itu, bagaimana gua bisa menghadapi orang orang. Dikesenian misalnya menghadapi orang yang meng-hire gua untuk mengerjakan projek kesenenian, mereka kan orang yang bukan non-seni, bagaimana gua bisa nyambung, ya gua harus berperan jadi orang yang bukan non-seni agar bisa memahami isi otak mereka, apa saja yang mereka harapkan.
Seni itu menurut gua sangat fleksibel karena semua orang butuh seni. Kalau menurut gua nilai tertinggi dari sebuah ilmu adalah seni. Contohnya kalau suka masak dan biasanya itu disebut seni memasak. Dan di seni, gua bisa mempelajari berbagai macam karakter, walaupun dinamis setiap orang selalu berkembang dalam hidupnya. Jadi gua gak sungkan untuk belajar kemana dan belajar ke apa. SampaI sekarang gua juga terus belajar untuk terus berkembang.
Ada gak yang ingin dilakukan untuk mengapresiasi dunia seni ini ?
Gua tuh punya prinsip, yaitu “memasyarakatkan seni dan seni yang bermasyarakat”. Maksudnya bagaimana seni itu bisa diterima. Gua pengen ngeliat anak-anak kecil nongkrongnya ga cuma coba ngerokok dan godain cewe, mereka nongkrong beraktifitas membuat karya seni. Seni itu gak harus belajar teknik seni yang sedemikian rupa, baru lu bisa berkesenian sekarang. Menurut gua dengan diri lu yang sekarang, lu bisa mengeluarkan nilai seni, asal lu jujur.
Semua orang bisa berkesenian, asalkan bisa jujur dengan diri sendiri. orang kan ga pengen keliatan jelek, miskin, lusuh, atau bau. Padahal dirinya itu begitu, kalau mereka bisa jujur, gua rasa semua orang bisa menghadirkan nilai seninya sendiri. Dan menurut gua teater ini adalah labolatorium kecil untuk kita mengolah daya cipta kita. Karena disitu multi disiplin banget, lu bisa belajar apa aja disana.
Sumber:
http://kolaga.net/memasyarakkan-seni-bersama-bang-ucok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Imune Revolution

Tentang Transfer Factor