ELVIPS.COM - Kondisi di Suriah tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang, kita harus faham bahwa di sana terjadi pepeng antara Rezim berkuasa (Bashar al-Assad) vs Pemberontak.
Kelompok anti pemerintah juga terdiri dari banyak sekali kelompok yang juga saling membunuhi satu sama lain. Jika disederhanakan, kelompok "pemberontak" yang juga saling berperang itu antara lain Front Syrian Army (FSA), Mujahidin, Milisi al-Nusra yang didukung al-Qaeda, Jund al-Aqsa, Syrian Revolutionary Command Council, dan tentunya IS (ISIS/ISIL/Daesh).
Itu masih ditimbrungi pasukan dari batas negara semacam Hisbullah (Hezbollah), Tentara Revolusi Iran, Pasukan Kurdi, dan lain-lain. Pasukan resmi dari luar Syria juga hadir, antara lain Rusia dan Iran yang menyatakan mendukung Presiden Assad, dan Arab Saudi, Amerika, Inggris, Belgia, Prancis, dan Yordania yang "mendukung" sebagian pemberontak.
Seperti dalam bagan di atas, kondisinya sangat ruwet, misalnya: pasukan tentara resmi Suriah melawan Al-Nusra yang didanai Al-Qaeda. Al-Qaeda menyatakan tidak ada hubungan dengan ISIS. Di sini ISIS memerangi pemerintah Assad. Amerika kontra Assad tapi juga "kontra" ISIS (yang dulu mereka bentuk, latih, dan danai), Rusia mendukung Assad, juga Kontra ISIS dan Al-Nusra. Al-Nusra saling membunuh juga dengan ISIS dan FSA, padahal ketiga milisi itu juga melawan Presiden Assad, dan seterusnya, silakan lihat bagan yg sudah disederhanakan itu.
Belakangan ini marak hashtag #SaveAleppo, padahal haqqul yaqin 99% populasi di luar Suriah dan sekitarnya tidak tahu apa yang terjadi.
Misalbya saja di Indonesia, isu 10-20jt Tenaga Kerja asal Tiongkok saja dimakan mentah-mentah, padahal itu adalah target kementrian pariwisata untuk mendatangkan wisatawan asal Tiongkok ke indonesia. Tenaga kerja asal tiongkok sendiri diperkirakan di angka 20 ribu pekerja, jauh di bawah TKI kita yang bekerja di seluruh dunia.
Lalu ketika jalan di Car Free Day, banyak anak-anak muda mengumpulkan donasi untuk korban di Aleppo. 100% kita tentu setuju, faktanya banyak anak kecil dan perempuan serta warga sipil lainnya terjebak di Aleppo, sebagian memang tidak tahu harus mengungsi di mana, sebagian lagi dilarang meninggalkan kota dan dijadikan propaganda dan tameng hidup oleh para pemberontak. Warga sipil tersebut akan ditembak pemberontak apabila mencoba keluar dari batas kota.
Kita tentu ikut bersimpati dan bersedih hati atas musibah kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara kita, warga sipil yang tidak berminat dengan perang dan pembunuhan, tetapi terjebak dan menjadi korban.
Bom-bom dari pesawat Rusia dan pasukan presiden Assad tentu banyak juga yang membunuhi warga sipil yg terjebak itu.
Tapi jangan tepuk dada dulu, pasukan pemberontak juga banyak yang membunuhi warga sipil tersebut secara langsung, dan menjadikan sebagian lainnya sebagai tameng hidup, dan segera mempropagandakan bila ada serangan koalisi manapun yg menyebabkan warga sipil yg mereka pasang tersebut tewas. Tujuannya jelas untuk propaganda, dan kampanye rekruitmen mujahid baru, serta menggalang donasi dari seluruh dunia.
Bahwa tujuan anak-anak muda di Car Free Day tersebut baik, namun penyalurannya bisa sangat berbahaya..
Sebagian besar donasi yg tidak dikoordinir Kedutaan Besar RI di Suriah tidak pernah sampai ke korban sipil di Aleppo. Sebagian justru masuk ke kantong pemberontak dan milisi, dan digunakan untuk membayar gaji, logistik, dan persenjataan.
Bahkan Dubes RI untuk Suriah (kita masih punya Dubes yang tinggal di Suriah, ketika negara lain menarik Dubesnya) menyatakan bahwa, bantuan kemanusiaan resmi berupa obat dan makanan pun, seringkali tidak sampai ke korban sipil, karena dirampas pemberontak di tengah jalan, kurang lebih sedemikian kacaunya..
Korban jiwa akibat perang sipil di Suriah pun beragam versinya. Versi moderat menyatakan sekitar 470.000 jiwa, versi ekstrim menyebutkan 3,2jt jiwa, itu jumlah orang terbunuh yang sangat banyak di era modern ini, walupun tidak sebanyak 7juta (..ehmm..) peserta aksi di Monas kapan hari yang lalu.
Mungkin tidak banyak yang menyangka, bahwa awal dari perang sipil Suriah ini adalah demonstrasi "kecil" yang berakhir rusuh, menuntut dibebaskannya 15 anak muda yang bikin corat-coret tembok di Daraa. Fitnah, hoax dan propaganda bersliweran di medsos, ditambah kompor-mengompor dan dana plus senjata untuk pemberontak, maka jadilah revolusi.
Masih ingat Arab Springs? saat beberapa negara arab mulai kenal demo, ditunggangi, dan akhirnya revolusi menjelma seperti Mesir dan Libia.
Suriah yg dikenal stabil itu mengalami hal yang sama.
Dalam dunia intelejen, diketahui bahwa sangat mudah untuk menggerakkan revolusi bila ada dana dan senjatanya.
Iraq dan Iran juga pernah disasar untuk direvolusikan dalam Arab Springs, tapi gagal. Iran terlalu kuat, sedangkan Saddam Hussein yg tidak mempan didemo, justru dikeroyok pasukan koalisi dengan alasan punya senjata pemusnah massal yang belum pernah ketemu sampai sekarang.
Tumbangnya Iraq adalah salah satu cikal bakal ISIS/Daesh/ISIL yang kejam takterperikan itu.
Demokrasi adalah alat untuk menumbangkan kekuasaan yang sangat efektif, bahkan tanpa ditumbangkanpun, dalam 2 periode (di Indonesia misalnya), rezim akan berganti sendiri, rakyat punya kuasa secara baik-baik menumbangkan pemimpinnya, atau juga mensukseskan pemimpin dan penggantinya setiap diadakannya pemilihan umum.
Suriah menjadi hancur seperti neraka diawali dengan tidak dilaksanakannya demokrasi dan aturan hukum dengan baik. Dibumbui dengan demo dan
, dibumbui fitnah dan hoax, plus kepentingan musuh negara.
Oleh karena itu jangan main-main dengan hoax dan fitnah, jangan main-main pula dengan demo dalam jumlah massa yang besar, karena bila ada provokator, atau sniper gelap misalnya, bisa berujung rusuh, yang bila dikelola dengan baik oleh musuh bisa menjadi bola salju yang bisa membesar dan memusnahkah bangsa ini, memusnahkan baik yang setuju, ataupun yang tidak setuju..
Seperti Suriah ... seperti Aleppo ...
(Bintang Noor Prabowo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar