F Benarkah Partai Komunis Cina di Ambang Runtuh? - VIP 4LIFE TRANSFER FACTOR

Benarkah Partai Komunis Cina di Ambang Runtuh?


ELVIPS.COM - Sebelum bubar, perekonomian Uni Soviet remuk redam seperti Cina sekarang. Para petinggi Partai Komunis Cina pun sangat gelisah.
Kini muncul spekulasi bahwa krisis pasar saham Cina sesungguhnya direkayasa oleh Barat, yang berharap agar Cina menjadi Uni Soviet kedua.  Spekulasi ini dipicu nafsu besar Cina membangun kekuatan militer. Cina juga giat mengembangkan pengaruh diplomatiknya ke segala penjuru dunia untuk memborong proyek-proyek infrastrutur dan kuasa pertambangan.
Belakangan ini militer Cina memang menggelisahkan, termasuk bagi para tetangganya. Kegelisahan ini kian menjadi-jadi sejak Cina mengklaim seluruh Laut Cina Selatan, termasuk laut Natuna di Indonesia, sebagai miliknya. Cina juga tetap melanjutkan reklamasi sejumlah pulau kecil yang sudah lama menjadi sengketa dengan para tetangganya: Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Peringatan dari Amerika Serikat pun tak digubris oleh Cina, sehingga mengesankan bahwa Cina sudah mulai bergaya sebagai negara adidaya seperti Uni Soviet. Hal ini tentu saja dilandasi oleh modernisasi mesin-mesin perang Cina, yang dilakukan secara besar-besaran dalam 10 tahun terakhir.
Demikian bernafsunya Cina agar menjadi adidaya baru, tahun lalu anggaran belanja militernya dinaikkan 12,2% menjadi US$ 151,57 miliar. Jumlah ini terbesar kedua setelah anggaran belanja militer Amerika Serikat. Sedangkan dalam jumlah serdadu, Cina masih terbesar di dunia dengan memiliki 2,4 juta tentara. Kedua terbesar adalah Amerika dengan 1,4 juta prajurit.
Selain memperluas wilayah, tujuan Cina membangun otot militernya adalah untuk mengamankan jalur pasok energi. Apa boleh buat, Cina telah tumbuh sebagai konsumen energi terbesar di dunia, meski perekonomiannnya masih kedua terbesar setelah Amerika. Total konsumsi energi Cina tahun lalu adalah 3 miliar ton setara minyak. Disusul oleh Amerika dengan 2,2 miliar, dan India dengan 872 juta.
Konsumsi energi Cina bisa demikian besar karena teknologinya masih jauh ketinggalan dibandingkan negara-negara maju. Lihat saja Jepang. Meski perekonomiannya berada di peringkat tiga terbesar, konsumsi energinya hanya 437 juta ton setara minyak.
Kenyataan itu membuat Cina melakukan perburuan kuasa pertambangan energi secara besar- besaran di seluruh dunia.  Aktifitas ini tentu saja menganggu para pemain lama, yang sudah lebih seratus tahun mendominasi pertambangan energi di dunia.
Sudah menjadi rahasia umum bahawa, untuk memenangi persaingan melawan Barat, Cina mengandalkan diplomasi duit. Sebuah diplomasi yang sangat disenangi oleh para koruptor ini  juga dipakai untuk berburu proyek-proyek infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan raya, pelabuhan, dan jalur kereta api. Di Indonesia misalnya, Cina sedang bekerja keras untuk menggusur Jepang dalam pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung. Sementara itu, BUMN minyaknya giat memompa Migas di berbagai wilayah Nusantara.
Kini Cina bahkan sedang mempertimbangkan untuk menggabungkan BUMN-BUMN agar setara dengan  para raksasa Migas dunia seperti Chevron, Royal Dutch Shell, BP, Exxon, Chevron dan sebagainya. BUMN minyak Cina yang kabarnya akan digabung adalah China National Petroleum Corp. (CNPC) dengan China Petrochemical Corp. (Sinopec). Kemungkinan lainnya adalah penggabungan antara China National Offshore Oil Corp. (Cnooc) dengan Sinochem Group.
Tapi benarkan keterpurukan ekonomi bisa membuat Cina tinggal kenangan?
Presiden X Jinping sendiri telah memperingatkan para petinggi pemerintah dan Partai Komunis Cina agar memberi perhatian serius pada peristiwa runtuhnya Uni Soviet. Peringatan ini tentu saja agar seluruh pejabat di Cina waspada karena masalah ekonomi yang tengah melanda seluruh negeri bisa  berkembang menjadi masalah politik, dan  bisa membuat Cina tinggal kenangan.
Peringatan tersebut diikuti dengan undangan kepada para petinggi pemerintah dan partai untuk menonton video berjudul “Kenangan  Runtuhnya Partai Komunis  dan Uni Soviet”. Video ini diproduksi oleh Komisi Sentral untuk Pengawasan Disiplin bersama Akademi Ilmu pengetahuan Cina. Dalam video ini digambarkan bagaimana sebuah kekuatan yang demikian hebat bisa rontok menjadi bangsa kelas dua bahkan tiga.
Ada lagi video lain yang ‘wajib tonton’, yaitu “Kontes Tanpa Suara.” Video ini diproduksi oleh Universitas Ketahanan Nasional, dan menggambarkan bagaimana upaya Amerika dan sekutunya melakukan rekayasa agar Cina bernasib sama dengan Uni Soviet. Dalam video ini disebutkan bahwa Amerika sedang menjalankan strategi ‘evolusi damai’.
Terlepas dari apakah isi video tersebut benar atau tidak, yang pasti kejengkelan masyarakat Cina terus memuncak. Mereka tak bisa menerima kenyataan bahwa perekonomian negaranya sedang lesu sehingga mencari pekerjaan makin sulit dan harga-harga cenderung melambung. Mereka juga menyalahkan sistem pemerintahan yang otoriter, dan kian giat menuntut reformasi politik agar Cina lebih demokratis.
Tapi benarkan Barat akan membiarkan Cina bubar?
Bila melihat Cina sebagai basis produksi sekaligus pasar, dan demikian besarnya investasi yang telah ditanam disana, tampaknya mustahil Barat senang melihat Cina bubar.  Apalagi PDB Cina terbesar kedua di dunia. Maka, bila bubar, akan berdampak sangat serius bagi perekonoman dunia.
Di mata Barat, Cina berbeda dengan Uni Soviet yang bersifat tertutup secara politik dan ekonomi. Akibatnya, selain sebagai pasar, investasi Barat di bekas negara adidaya tersebut teramat kecil. Selain itu, runtuhnya Uni Soviet bisa membuat negara-negara Eropa Timur kembali ke pangkuan Barat.
Dari sisi militer, Uni Soviet memang harus bubar karena memiliki kekuatan setara dengan Barat. Uni Soviet juga memiliki industri senjata yang jauh lebih canggih ketimbang Cina. Gudang senjata negara ini pun sarat dengan berbagai senjata pemusnah massal seperti bom nuklir,  biologi, dan kimia.
Dengan demikian, tak mustahil bila negara-negara Barat kini sedang bekerja keras untuk menyelamatkan perekonomian Cina. Hanya saja, untuk menyelamatkan kekuasaan Partai Komunis Cina, mereka tentu tak sudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Imune Revolution

Tentang Transfer Factor