Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi
geografis yang unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Indonesia
berada di antara dua samudera dan dua benua, sekaligus jalur utama perdagangan
internasional.
Indonesia juga berbatasan langsung dengan 10 negara di kawasan Asia
Pasifik, baik di laut maupun darat. Tak heran, jika kawasan ini rentan terhadap
sengketa perbatasan dan ancaman keamanan yang menyebabkan instabilitas baik di dalam
negeri maupun kawasan.
Diketahui, letak geografis suatu negara merupakan determinan yang
menentukan masa depan bangsa dalam hubungan internasional. Meski masih diacuhkan,
kondisi geografis suatu negara akan menentukan peristiwa-peristiwa yang berpengaruh
secara global.
Selain itu, Indonesia dan sekitarnya dapat menjadi daerah rawan sengketa
mengingat negeri ini masih belum menyelesaikan masalah-masalah, seperti batas
laut dengan negara-negara, seperti Australia, Filipina, Palau, Papua Nugini dan
Timor Leste. Apalagi proses perundingan perbatasan membutuhkan waktu lama. Sehingga,
menjadikan Indonesia rentan terhadap pengaruh asing akibat kontrol di
perbatasan yang lemah, mulai dari kejahatan internasional hingga terorisme.
Dalam
banyak literatur terdapat banyak konsep tentang geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi.
Namun, pengertian dari ketiganya pada dasarnya dapat dipahami sebagai suatu
studi yang mengkaji makna strategis, politis dan ekonomis suatu wilayah
geografi yang mencakup lokasi, luas dan sumber daya alam di wilayah tersebut.
Dalam
studi ini, terdapat unsur-unsur yang berhubungan secara timbal balik antara
kondisi geografis politik, strategi, serta ekonomi dan unsur-unsur kebijakan
yang merujuk pada politik internasional.
Geostrategis
Geostrategi
berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha
dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik sumber daya manusia
(SDM) maupun sumber daya alam (SDA) untuk melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan.
Geostrategis
adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi geografis negara dalam
menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana umum untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi dan tujuan nasional. Dalam istilah lain, geostrategi disamakan
dengan ketahanan nasonal, yaitu kondisi kehidupan nasional yang harus
diwujudkan. Kondisi kehidupan nasional harus dibina secara berkesinambungan
dari mulai pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional sehingga
menciptakan satu ketahanan nasional yang tangguh.
Geostrategis
untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari
berbagai aspek, di samping aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya,
dan hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat di rinci sebagai geografi,
yaitu wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta
di antara samudera Pasifik dan Hindia.
Dalam
kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan sebagai metode
atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui proses
pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi
pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa
depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.
Bagi
bangsa Indonesia, geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan
cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui
proses pembangunan nasional. Sebab itu, geostrategi Indonesia sebagai suatu
cara atau metode dalam memanfaatkan segenap konstelasi geografi negara
Indonesia dalam menentukan kebijakan, arahan, serta sarana-sarana dalam
mencapai tujuan seluruh bangsa dengan berdasar asas kemanusiaan dan keadilan
sosial.
Konsep
geostrategi Indonesia pada hakikatnya bukan mengembangkan kekuatan untuk
penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap
negara lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau
cara untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan untuk
pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan
nasional dari kemungkinan gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar
negeri. Untuk mewujudkan geostrategis dirumuskan Ketahanan Nasional Republik
Indonesia.
Konsep
geostrategi negeri ini pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada 10 Juni
1948 di Kotaraja. Namun, gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat
bawahan, karena seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda
pada akhir Desember 1948, sehingga kurang berpengaruh. Akhirnya, setelah
pengakuan kemerdekaan pada 1950 garis pembangunan politik berupa “Nation and
character and building “ yang merupakan wujud tidak langsung dari geostrategi
Indonesia, yakni pembangunan jiwa bangsa.
Geostrategi
Indonesia secara pendidikan digagas Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat
(SESKOAD) Bandung tahun 1962. Konsep geostrategi Indonesia yang terumus adalah
pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan
Indonesia, yang ditandai meluasnya pengaruh komunis.
Geostrategi
Indonesia saat itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun
kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di
Indonesia.
Pada
1965, Lembaga Ketahanan Nasional mengembangkan konsep geostrategi Indonesia
yang lebih maju dengan rumusan, bahwa geostrategi Indonesia harus berupa sebuah
konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga pengembangan
kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan, baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih
progresif tapi tetap terlihat sebagai konsep geostrategi Indonesia awal dalam
membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan pengangguh bahaya.
Sejak
1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang geostrategi
Indonesia yang lebih sesuai dengan konstitusi Indonesia. Pada era itu konsepsi
geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi
ketahanan nasional dalam menciptakan kesejahteraan menjaga indentitas
kelangsungan serta integritas nasional. Terhitung mulai 1974, geostrategi
Indonesia ditegaskan dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi
metode dan doktrin dalam pembangunan nasional.
Adapun
tujuan Geostrategi Indonesia, adalah menyusun dan mengembangkan potensi
kekuatan nasional baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial
budaya, bahkan aspek-aspek alamiah. Hal ini sebagai upaya kelestarian,
eksistansi hidup negara dan bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi serta
tujuan nasional. Kemudian, menunjang tugas pokok pemerintah Indonesia, yakni
menegakkan hukum dan ketertiban (law and
order); terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity); terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prosperity); Terwujudnya
keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical
justice and social justice); Tersedianya kesempatan rakyat untuk
mengaktualisasikan diri (freedom of the
people)
Geostrategi
Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian
banyak potensi pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan mencabik-cabik
persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Presiden BJ Habibie dapat
disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi. Tidak hanya itu, tatkala
bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana rapuh, harga diri dan
kehormatan bangsa dengan mudah menjadi bahan tertawaan forum internasional.
Geopolitik
Geopolitik
berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari
bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,
dan teia artinya urusan. Geopolitik di Indonesia biasa disebut dengan istilah
wawasan nusantara.
Dalam pendekatannya, Ratzel sangat mempertimbangkan hubungan dan pengaruh milieu atas negara sebagai satu kesatuan yang hidup. Ide ini dikemukakannya dua kali dalam jurnal Anthropo-geographie pada tahun 1882 dan 1891. Pada tahun 1897, dia makin memantapkan ide-idenya dengan menulis dalam sebuah buku yang berjudul Politische Geographie.
Ratzel menegaskan, dalam bereaksi atas keputusan-keputusan yang akan dibuat harus menggunakan intelektualitas yang dibutuhkan secara efektif dan selalu melihatnya atas ruang-ruang (space). Akhirnya, dengan formulasi dan tipologi yang diraciknya, geografi politik Ratzelian menjadi studi tersendiri dari ilmu geografi dengan negara sebagai obyeknya. Teori-teorinya yang normatif menjadi fundamental dari studi spasial dan politik (Raffestin, 1995 dan Rossier, 2003).
Sejumlah
ahli membagi geopolitik dalam dua model. Pertama,
negara determinis yaitu negara yang berada di antara dua negara raksasa
sehingga secara langsung maupun tidak langsung negara itu dipengaruhi oleh
kebijakan politik luar negeri negara raksasa. Kedua, negara posibilitis yaitu negara yang tidak terpengaruh
(tidak terkena dampak) kebijakan negara-negara raksasa, karena letak geografis
negara itu tidak berdekatan dengan negara raksasa.
Mengacu
pada pengertian di atas, secara geografis Indonesia sebenarnya termasuk negara
posibilitis karena tidak berdekatan dengan letak geografis negara-negara
raksasa, akan tetapi secara politis Indonesia dapat digolongkan dalam negara
diterminis karena dipengaruhi oleh (terkena dampak) kebijakan politik luar
negeri negara raksasa, termasuk dalam hal ini menyangkut ruang dan pengaruh
pembentukan frontier (batas imajiner) dari kekuatan politik dan militer
Amerika.
Pandangan
geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan
bangsa Indonesia. Wawasan nusantara mempunyai latar belakang, kedudukan,
fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional
Indonesia.
Nilai-nilai
pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah
penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing-masing; Mengutamakan kepentingan masyarakat
daripada individu dan golongan; serta Pengambilan keputusan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat.
Geo ekonomi
Arah pemikiran dalam geoekonomi cukup jelas, yaitu berupaya menelaah faktor-faktor spasial permukaan bumi sebagai pertimbangan ekonomi. Hasil pemikiran itu merupakan bahan yang sangat penting untuk menetapkan kebijaksanaan nasional di bidang ekonomi dan bila dikaitkan dengan masalah hubungan antar negara tidak dapat dilepaskan dari masalah geopolitik.
Saat
ini, dunia mengalami proses perubahan global yang cukup mencengangkan. Salah
satunya ditandai pergeseran tahap awal dari hegemoni politik negara-negara
Barat terhadap munculnya dominasi ekonomi baru negara-negara Timur.
Pada
satu sisi, terjadi krisis ekonomi yang melanda Amerika dan beberapa negara di
Eropa, seperti Inggris, Spanyol dan Prancis. Di sisi lain, terjadi kebangkitan
ekonomi di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea
Selatan dan Singapura. Kebangkitan ekonomi beberapa negara di Asia tersebut tidak
lepas dari strategi mereka dalam menyiasati globalisasi.
Pertama,
memanfaatkan momentum krisis yang melanda negara-negara Barat. Kedua, memantapkan nasionalisme di dalam
negeri dengan melakukan proteksi terhadap potensi geoekonomi dari berbagai
bentuk intervensi asing. Melalui dua strategi penyiasatan itu, beberapa negara
di Asia Timur dapat mengambil keuntungan dari luar untuk memperkuat basis
ekonomi di dalam negeri.
Dalam
konteks demikian, Jepang dan China merupakan contoh yang menarik. Salah satu
alasannya adalah kedua negara itu telah teruji sebagai negara yang tahan krisis
sepanjang sejarah, sehingga tidak mudah tergantung kepada negara-negara yang
telah maju. Masalahnya adalah mengapa Indonesia tidak bisa memanfaatkan
momentum untuk bangkit seperti Jepang dan Cina? Padahal, Indonesia memiliki
banyak kelebihan dibanding kedua negara tersebut.
Selanjutnya,
mengapa posisi politik dan ekonomi Indonesia masih lemah di mata internasional?
Padahal, Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Secara
geoekonomi Indonesia merupakan negara
yang sangat strategis, berada di garis khatulistiwa, berdekatan dengan Singapura
sebagai pintu perlintasan dunia. Luas wilayah Indonesia memiliki potensi
ekonomi yang tinggi karena sama dengan setengah dari luas wilayah Asia
Tenggara, termasuk wilayah maritim, hutan tropis, serta hasil tambang dan
minyak bumi, di samping memiliki penduduk yang banyak.
Secara
teori, jika potensi itu berkembang melalui berbagai skema kerjasama, mestinya Indonesia
lebih dulu maju dibanding Jepang dan Cina. Pada kenyataannya, Jepang yang
semula dibayangkan akan lenyap akibat bom Nagasaki dan Heroshima, ternyata
lebih maju dibanding Indonesia. Sama-sama pernah mengalami bencana Tsunami,
pemulihan ekonomi di Jepang jauh lebih cepat dibandingkan penanganan Tsunami di
Aceh.
Restorasi
Meiji, modal sosial yang tinggi, dan budaya malu yang kuat untuk tidak
melakukan korupsi, telah membuat Jepang menjadi negara yang besar. Selain itu,
Indonesia juga tidak selincah China dalam memainkan siasat ekonomi global untuk
memperkuat politik dalam negeri.
Memainkan
pasar sosial, perdagangan China melebihi watak liberal negara-negara kapitalis,
meski politiknya tetap komunis di bawah model birokrasi negara tertua dan terbesar
di dunia. Manuver China telah memposisikan diri sebagai kekuatan terbesar kedua
di dunia setelah AS.
Ahli
geopolitik Immanuel Wallerstein telah memperkirakan akan muncul Poros Tengah (Negara
Non Barat) sebagai kekuatan baru di dunia akibat dari ketidakmampuan proteksi
dari teori modernisasi, pembangunan dan pertumbuhan yang sebelumnya
diagung-agungkan negara berkembang termasuk Indonesia.
Wallerstein
berpendapat, munculnya negara-negara industri baru di Asia Timur menunjukkan
adanya kegagalan teoritis dari pendekatan modernisasi dan teori dependensia.
Kebangkitan ekonomi Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan Singapura
sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat dunia bahwa negara-negara di Asia
Timur pada kenyataannya tidak tergantung kepada frontier negara maju, terbukti
negara-negara itu mulai memberikan perlawanan ekonomi kepada negara pusat atau
negara maju.
Jika
memperhatikan tiga kutub negara industri di atas, maka terdapat beberapa
perbedaan geopolitik dan geoekonomi di dalamnya. Negara-negara di Asia Timur
yang Wallerstein disebut sebagai Negara Semi Pinggiran, masyarakatnya mengalami
masa peralihan yang Riggs sebut sebagai Masyarakat Prismatik, ternyata
menyimpan energi baru sebagai kekuatan alternatif yang diindikasikan sebagai Negara
Industri Baru (Newly Industrializing
Countries) yang muncul dari sebagian Negara Semi Industri.
Dalam
hal perekonomian pasar, sebenarnya Indonesia mengalami beberapa kemajuan. Di
mana Bank Dunia menyatakan kelas menengah Indonesia meningkat dari 25 persen
pada 1999 menjadi 56,5 persen pada 2010. Menurut riset Standard Chartered Bank,
jumlah orang sangat mapan Indonesia (berpenghasilan Rp240 juta atau investasi
Rp150 juta pertahun) sekitar 4 juta orang, mengalahkan Korsel yang hanya 3,2
juta orang. Ini juga menggambarkan besarnya ketimpangan kesejahteraan warga
kita.
Ketimpangan
kesejahteraan di Indonesia bisa digambarkan seperti yang terjadi di Meksiko, di
mana aktivitas pengusaha asing telah mengurangi ruang kreativitas ekonomi
warganya untuk berkembang. Bahkan, menghasilkan kerawanan sosial politik karena
aktivitas kriminal warga yang frustrasi.
Hal
itu semua menjadi pelajaran bagi pemerintah dan masyarakat negeri ini di masa
yang akan datang. Bagaimana membangun negara yang kuat baik secara geostrategis,
geopolitik, maupun geoekonomi. Sehingga, tercipta menjadi negara yang maju dan
disegani bangsa lain sebagai sebuah negara maritim yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar